Tabligh Akbar dan Badminton

Selasa, 26 Agustus 2008
Hari ini ada tabligh akbar menyambut Ramadhan. Panitianya adik kelas XI,,, aku dan para pengurus KDK DKM At-Taqwa memperhatikan ‘keriweuhan’ mereka,, mengenang masa2 kelas XI kami dulu,,, sebentar lagi kami akan regenerasi... Tabligh akbar ini memberi banyak hikmah bagiku... tapi aku heran, mengapa orang2 hanya memperhatikan acara ‘kabaret by JEBEW 808’, sedangkan pas acara tausyiyah-nya mereka pada ngantuk?! Ckckck,,,

Ya Allah,,, sampaikanlah aku pada bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya persiapan... dengan sebaik-baiknya penerimaan dari-Mu...

Oya, hari ini ada badminton!! Di 8, badminton merupakan substitusi bagi materi berenang, terutama bagi yang berjilbab (tapi suka ada aja yang malas berenang dan ikut-ikutan badminton). Tapi badminton hari ini sudah berhari-hari kami tunggu karena sudah dua kali diundur.

Sistem kali ini berbeda dengan waktu di kelas X dan XI. Sistemnya memakai pertandingan ganda putri setengah set. Tapi dasar, para manusia di sini (selain beberapa ‘anak baik’ seperti aku dan Phi) hobinya merebut giliran orang lain. Sehingga urutan pemakaian lapangan dan pemakaian raket (disediakan Bapak Guru) tidak terorganisir dengan baik. Ada yang baru saja datang sudah selesai lagi bertandingnya, padahal kami yang sudah datang dari tadi masih mengantri giliran. Nge-booking ke siapa pun sama saja. Ngantrinya panjaaaang banget.

Aku dan Phi sudah janjian akan bertanding dengan Tyr dan Ella (dua ‘orang baik’ sahabat Phi waktu kelas X, dan pernah sekelompok mentoring dengan kami). Kami sudah mem-booking giliran dan menunggu dengan setia karena kami ‘anak baik’, meskipun kalau diurutkan kami berada pada urutan ketiga. Tapi ternyata lapangan sudah ditempati oleh orang lain. Saat kami protes (aku yang protesnya mah), mereka bilang kalau lapangannya sudah di-booking mereka, sedangkan kami hanya dapat raketnya saja (itu pun hanya aku dan Phi). Mereka pun bertanding tanpa memedulikan kami. Aku pun melapor kepada Pak Iyus, guru olahraga kami yang dari tadi bolak-balik memberi pengarahan tentang cara bermain badminton yang baik kepada para siswi yang sedang dapat giliran bermain. Beliau menyuruh kami menunggu dan untuk sementara bermain di luar court/lapangan. Kami pun menurut, sementara Tyr dan Ella menunggu di samping.

Kami yang sudah memesan tempat lagi2 keduluan orang lain yang berkata bahwa sebelumnya mereka telah memesan. Aku pun melapor lagi kepada bapak dan bapak menyuruh kami menunggu dan beliau pun berkeliling lagi memperhatikan siswi yang lain. Kemudian giliran kami direbut lagi, aku pun melapor lagi. Bapak yang saat itu kebetulan berada di court timur yang baru akan dipakai oleh orang2 berprinsip nepotisme, yang dari tadi hanya memberikan giliran lapangan kepada rekannya sendiri, langsung menghentikan mereka dan menyuruh kami masuk court. Mereka pun protes dan langsung dijawab oleh bapak bahwa kami sudah dari tadi menunggu giliran, sedangkan mereka baru tiba di aula. Alhasil, akhirnya kami berempat pun bermain setelah menunggu giliran yang tak tentu selama 2 jam lebih. Selesai pertandingan, aku dan Phi berpamitan kepada bapak untuk pulang sambil mengucapkan terima kasih atas keadilan yang bapak berikan kepada kami. Bapak sempet curhat, “Heran, kok jadi KACAU begini!!” Dalam hati kujawab, “Karena perilaku tidak menjaga amanah dan sikap nepotisme masih mewabah pada bangsa kita,,, itulah sebabnya bangsa kita gak maju2...”

Tapi aku salut pada Pak Iyus, beliau adalah salah satu guru terbaik yang kudapatkan di kelas XII ini. Beliau gak cuman mengajar, tapi juga mendidik kami (prinsip yang juga selalu ayahku terapkan kepada muridnya, bahkan kepada aku dan adikku sebagai anaknya). Pak Iyus pandai bercerita, beliau selalu bisa mengekspresikan ceritanya dengan suara yang lantang dan mimik wajah yang lucu sehingga kami tak pernah bosan dan mengantuk mendengarkannya. Beliau guru olahraga yang baik dan unik. Di kelas, beliau selalu bercerita mengenai kehidupan, mengenai sikap kepada orangtua. Mengenai rencana masa depan. Pokoknya banyak deh! Meskipun kami semua tertawa-tawa saat mendengar cerita bapak, tapi kami bisa memetik hikmah yang terkandung dalam cerita2 bapak tersebut. Aku bangga digurui olehnya, aku juga tambah bangga karena aku kenal dengan anaknya, Jun, sang Ketua HI yang baik namun pendiam (karena pendiam, kadang orang bertanya-tanya, benarkah Jun anaknya Pak Iyus?).

Pulang badminton, aku dan Phi pulang dengan jalan kaki sambil mendinginkan kaki kami yang kelelahan... di rumah aku menceritakan perihal kejadian tadi di sekolah kepada ayah saat makan malam. Aku memang sangat dekat dengan ayahku daripada ibu meskipun dengan ibu pun aku juga dekat, sementara adikku lebih dekat ke ibu daripada ayah. Ayahku yang pendiam itu manggut2 dan tersenyum menanggapiku, sang anak yang cerewet ini. Ayahku yang bijak itu memang selalu membiarkanku bercerita panjang lebar tentang macam2 hal, yang pada akhirnya ayah akan memancingku tuk memberi hikmah bagi hidupku untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT. Alhamdulillah... Terima kasih ya Allah,,, Engkau memberiku ayah seperti beliau...

Posted by Ra_Bgtz @ Selasa, 16 September 2008 0 comments

Share This Post

RSS Digg Twitter StumbleUpon Delicious Technorati

0 Comments

No comments yet. Be the first to leave a comment !
Next Post Previous Post
Stroom designed by ZENVERSE Converted to Blogger Templates and Blogger Themes for Cinta | Discount Watch